Disisi Klaim

Ini hanyalah catatan pribadi yang berisi hal-hal yang pernah dialami penulis terutama tutorial di seputar dunia maya. Tujuannya sebagai media untuk nyangcang ilmu dan share. Hasil dari cumat-comot banyak sumber yang ditransiterasi ulang oleh sim kuring. Mohon maaf jika sumber asalnya tidak semuanya dicantumkan... Kalau ada yang berguna silahkan sahaja ambil, tanpa basa-basi juga gpp koq. yang penting bisa digunakan untuk kebaikan. jikalau disalahgunakan, saya tegaskan "SAYA BERLEPAS DIRI DARI ITUH". Kalau ada kaedah yang salah, mohon dikoreksi ya, agar ilmunya tidak menyesatkan.

Thursday, April 21, 2011

KETIKA BERAMAL TANPA ILMU

Oleh : Ustadz Armen Halim Naro
http://almanhaj.or.id/content/3043/slash/0

Sebagai seorang muslim tentu setiap kali mendirikan shalat lima waktu, atau
shalat-shalat yang lainnya. Dia selalu meminta ditunjukan shirathul
mustaqim. Yaitu jalan lurus yang telah lama dilalui oleh orang-orang yang
telah diberi nikmat, dan dijauhkan dari jalan orang-orang maghdhubi `alaihim
(orang-orang yang Engkau murkai), juga jalan orang-orang dhallin
(orang-orang yang sesat). Dalam tafsiran, dua kelompok diatas disebutkan
[1], bahwa orang-orang mahgdhubi ‘alaihim adalah Yahudi, sedangkan orang
dhallin adalah Nashara.



Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar
dijauhi jalan keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan
antara ilmu dan amal. Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang
Nashrani kehilangan ilmu. Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan
dan orang Nashrani memperoleh kesesatan. Barangsiapa mengetahui, kemudian
tidak mengamalkannya, layak mendapat kemurkaan. Berbeda dengan orang yang
tidak mengetahui. Orang-orang Nashrani, ketika mempunyai maksud tertentu,
tetapi mereka tidak memperoleh jalannya, karena mereka tidak masuk sesuai
dengan pintunya. Yaitu mengikuti kebenaran. Maka, jatuhlah mereka ke dalam
kesesatan.”[2]

Banyak orang yang menyangka, bahwa banyak amal dan ibadah sudah mendapat
jaminan untuk hari akhiratnya, sekurang-kurangnya merupakan tanda kebenaran
dan bukti keshalihan. Begitulah sering kita dengar, dan itulah fenomena yang
terjadi di kalangan kaum muslimin. Kalaulah kita mencoba untuk mengingat
surat yang telah sering kita dengar ini, maka semua sangkaan dan dugaan kita
selama ini, akan bisa kita ubah untuk hari besoknya. Dapat dibayangkan,
seseorang yang mempunyai amalan sebanyak pepasiran di pantai, akan tetapi
setelah ditimbang, dia bagaikan debu yang beterbangan, Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan. [Al Furqan:23].

Bukan saja amalannya tidak dianggap sebagai amalan yang diterima, bahkan
dialah penyebab masuknya ke dalam api neraka. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ
نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada
hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang
sangat panas (neraka). [Al Ghasyiah:1- 4].

Berkata Ibnu Abbas,”Khusyu`, akan tetapi tidak bermanfaat amalannya,”
diterangkan oleh Ibnu Katsir, yaitu dia telah beramal banyak dan
berletih-letih, akan tetapi yang diperolehnya neraka yang apinya yang sangat
panas [3]. Oleh sebab itu, Imam Bukhari membuat bab di dalam kitab Shahih
Beliau, Bab: Berilmu sebelum berucap dan beramal.”

KEUTAMAAN ILMU DALAM AL QURAN
Ayat yang menerangkan tentang keutamaan ilmu dan celaan terhadap orang yang
beramal tanpa ilmu sangatlah banyak [4]. Allah Subhanahu wa Ta'ala
membedakan antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh, bagaikan orang
yang melihat dengan si buta.

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ
هُوَ أَعْمَى

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? [Ar Ra`ad:19].

Bahkan tidak sekedar buta, akan tetapi juga tuli dan bisu .

Di berbagai tempat dalam Al Qur’an Allah l mencela orang-orang yang bodoh,
yaitu:

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Al Araf:187].

وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan kebanyakan mereka tidak berakal. [Al Maidah:103].

Bahkan mereka disamakan dengan binatang, dan lebih dungu daripada binatang:

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا
يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah, ialah
orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. [Al Anfal: 22].

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa orang-orang bodoh lebih
buruk dari binatang dengan segala bentuk dan macamnya. Dimulai dari keledai,
anjing, serangga, dan mereka lebih buruk dari binatang-bintang tersebut.
Tidak ada yang lebih berbahaya terhadap agama para rasul dari mereka, bahkan
merekalah musuh agama yang sebenarnya.

Lebih dari itu, bahwa syariat membolehkan sesuatu yang pada asalnya haram,
karena yang satu berilmu dan yang satu lagi tidak berilmu. Yaitu
dihalalkannya memakan daging hasil buruan anjing yang diajarkan berburu,
berbeda dengan anjing biasa yang menangkap mangsanya.

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا
عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا
عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Mereka menanyakan kepadamu,"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah,"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu,
kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka,
makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas
binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisabNya." [Al Maidah:4] [5]

Sedangkan sunnah dan atsar Salaf sangat banyak sekali yang menerangkan
permasalahan ini.

Setelah ini semua, ketika seorang muslim mengarahkan pandangannya kepada
jamaah-jamaah yang menisbatkan diri kepada Islam, maka didapatkan bahwa
dakwah mereka bermuara kepada suatu persamaan. Yaitu tidak mempedulikan ilmu
syariat dan tenggelam ke dalam lumpur kebodohan. Inilah yang menyebabkan
banyaknya terjadi penyelewengan terhadap pemahaman Islam.

Ini sebelum mereka, satu kelompok yang disebut Khawarij, sampai-sampai Nabi
menyebutkan, bahwa amalan para sahabatnya jika dibandingkan dengan amalan
mereka tidak ada apa-apanya. Shalat mereka, jika dibandingkan shalat kita
tidak apa-apanya. Mereka orang-orang yang ahli ibadah. Siang harinya
bagaikan singa yang bertempur, dan pada malam harinya bagaikan rahib ...
Akan tetapi, apa akhir dari cerita mereka? Nabi telah mengabarkan kepada
kita, bahwa Islam mereka hanya sebatas kerongkongan saja ... Mereka keluar
dari Islam, sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya; mereka
dikatakan anjing-anjing neraka. Barangsiapa yang berhasil membunuh mereka,
akan mendapat ganjaran di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berazam, jika Beliau bertemu dengan
zaman mereka, maka Beliau akan memeranginya, sebagaimana diperanginya kaum
`Ad ...

Pada masa sekarang, tumbuh berkembang suatu jamaah. Yaitu jamaah yang
didirikan di atas bid`ah dan khurafat, dan syirik. Didirikan dengan aqidah
As`ariyyah Maturidiyyah. Membaiat para pengikutnya dengan empat tharikat
tasawuf: Jistiyyah, Qadiriyyah, Sahruwardiyyah dan thariqat Naqsyabandiyyah.

Sedangkan pada masalah aqidah dan tauhid. Mereka tidak lebih mengerti
tentang tauhid bila dibandingakan dengan orang-orang musyrik Arab pada zaman
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka hanya mengakui tauhid
Rububiyyah dengan tafsiran syahadat tauhid tersebut. Dan tidak mengetahui
tentang apa yang dimaksud dengan tauhid Uluhiyyah. Adapun pada tauhid Asma`
wa Shifat, maka mereka berada diantara aqidah Asyariyyah dan Maturidiyyah.
Sebagaimana diketahui, bahwa kedua mazhab tersebut terkhusus dalam tauhid
ini, telah melenceng dari mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Adapun tentang ibadah dan suluk mereka; maka mereka dibaiat dengan empat
thariqat dan mengamalkan dzikir-dzikir serta shalawat yang dipenuhi bid`ah
dan khurafat. Seperti membaca (la ilaha) empat ratus kali, dan (Allah,
Allah) enam ratus kali setiap hari. Buku shalawat yang sering dibaca oleh
mereka, ialah kitab shalawat yang masyhur bid`ah dan ghuluw kepada Nabi.
Yaitu kitab Dala-ilul Khairat, Burdah.

Adapun kitab yang paling berarti bagi mereka, apa yang disebut dengan
Tablighi Nishab. Dikarang oleh salah seorang pendiri mereka. Kitab ini
nyaris dimiliki dan dibaca oleh setiap jamaah, melebihi membaca kitab Shahih
Bukhari. Kitab ini dipenuhi dengan khurafat, syirik, bid`ah, dan
hadits-hadist palsu, serta hadist-hadist lemah. Begitu juga dengan kitab
Hayat Ash Shahabah, yang dinamalkan mereka, dipenuhi dengan khurafat serta
kisah-kisah yang tidak benar, dan begitu seterusnya ...

Kesimpulan tentang jama’ah ini ialah, bahwa mereka merupakan jama’ah yang
tidak peduli terhadap ilmu dan ulama, berdakwah di atas kebodohan [6],
dengan bukti hadist yang selalu mereka dendangkan yaitu, “sampaikan dariku
sekalipun satu ayat”. Hadits ini sekalipun shahih, akan tetapi yang tidak
shahih ialah cara pemahaman mereka terhadap hadits ini. Setiap orang yang
masuk ke jemaah ini sudah layak menjadi juru dakwah dari rumah ke rumah
yaitu untuk mengajak kepada jemaah mereka dengan alasan hadist di atas. Atau
mereka membaca buku fadhilah di masjid ...dan mereka permisalkan bahwa umat
Islam sekarang bagaikan (orang yang sedang tenggelam yang harus
diselamatkan). Tidak tahu mereka bahwa belajar berenang tidak bisa dalam
satu hari atau dua, sehingga dia dapat menyelamatkan yang mau tenggelam
tadi, atau malah yang awalnya hendak menolong karena tidak bisa berenang
sama-sama tenggelam kedalam lautan dosa dan kesalahan.

Bukankah pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika salah
seorang sahabat terluka, kemudian junub ketika musim dingin, dan dia
bertanya kepada salah seorang diantara mereka. Apakah ada rukhsah untuk
tidak mandi? Yang ditanya menjawab: tidak! Maka, mandilah sahabat tadi yang
menyebabkannya meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mendengar cerita ini, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam marah besar, dan
berkata,”Sungguh kalian telah membunuhnya. Semoga kalian diberi balasan oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengapa kalian tidak bertanya jika tidak
mengetahui? Karena obat dari tidak tahu ialah bertanya.”

Yang lebih menarik untuk mengkaji jama’ah ini ialah, karena mereka jama’ah
bunglon. Berubah setiap hinggap, dan bertukar warna sesuai dengan
lingkungannya. Apakah mereka ini tidak mempunyai pendirian yang kuat dan
tidak mempunyai pondasi yang kokoh? Ataukah demikian metode dakwah mereka,
yaitu mengumpulkan semua warna dan kelompok di bawah naungan kelompok
mereka?

Oleh sebab itu, jama’ah ini yang berada di tempat pembaca, berbeda dengan
mereka yang berada di tempat penulis. Bisa saja, di satu tempat mereka
mempelajari suatu pelajaran yang benar bukan karena ajaran tersebut, akan
tetapi karena lingkungan yang membuatnya terpaksa memulainya dari sana. Dan
bisa saja sebaliknya, menjadi pembawa bendera bid`ah serta sebagai
penyebarnya.

Jama’ah ini paling mudah terpengaruh oleh suasana, karena permasalahan tadi.
Yaitu, mereka tidak dididik di atas ilmu yang shahih. Maka, anda akan
melihat mereka bagaikan baling-baling di atas bukit. Bak sebuah bulu ayam di
padang pasir, mengikuti apa yang dikehendaki oleh angin.

Kalaulah mereka tidak diikat dengan pertemuan-pertemuan di masjid-masjid dan
tamasya-tamasya ke negeri-negeri kesayangan mereka -sekalipun negeri
tersebut adalah tempat sarang berhala terbanyak di dunia-, maka penulis
yakin, mereka akan berantakan. Dan jama’ah mereka akan terpengaruh oleh jama’ah
lain, atau kembali kepada kepada asal mereka.

Mungkin ada terbetik pertanyaan. Bukankah keberhasilan mereka mengeluarkan
orang-orang dari tempat-tempat maksiat, dan membuatnya bertaubat ini sebagai
salah satu dari kebaikan dan kesuksesan jama’ah ini dalam berdakwah?!

Maka, kita perhatikan jawaban Syaikh Aman Ali Al Jami rahimahullah, ketika
Beliau menjawab tentang sebagian dakwah moderen yang mempunyai persamaan
dakwah dengan permasalahan di atas:

... Benar, ia telah mengeluarkan orang-orang dari tempat-tempat diskotik dan
bioskop. Ini tidak ada yang mengingkarinya. Akan tetapi, setelah ia
mengeluarkan mereka dari tempat-tempat tersebut, apa yang dilakukannya?
Apakah kemudian mendakwahi mereka dengan dakwah, dan dengan metode para
anbia` (nabi)? Atau sebaliknya, mengajarkan mereka dan mengumpulkannya,
sehingga mereka terpecah-pecah ke dalam berbagai macam thariqat tasawuf?
Benar ... Akan tetapi, ia telah mengeluarkan mereka dari jahiliyah kepada
jahiliyah. “

Dia tidak memindahkan mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam.
Buktinya, ia sendiri menganut salah satu thariqat shufi. Adapun orang-orang
yang telah dikeluarkannya dari tempat-tempat diskotik itu, kalau tidak
mengambil thariqat yang dianut olehnya, tentu mengambil thariqat tasawwuf
lainnya. Dan apakah dakwahnya juga membasmi peribadatan kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta'ala, yang secara jelas nampak ada di negerinya? Apakah dia
telah mengeluarkan manusia dari thawaf di sekeliling kuburan, seperti
kuburan Husain, Zainab dan Badawi?! Apakah dia telah mengeluarkan manusia
dari berhukum dengan hukum demokrasi kepada berhukum dengan hukum Allah?
Inilah yang seharusnya dilakukannya. Jika begini dakwahnya, tentu dakwah
yang dibawanya merupakan dakwah yang benar. Akan tetapi sebagaimana kata
syair:

إِذَا كَانَ رَبُّ الْبَيْتِ بِالدُّفَّ ضَارِباً
فَشِيْمَةُ أَهْلِ اْلبَيْتِ كُلِّهِمِ الرَّقْصُ

Jika seandainya tuan rumah berdendang dengan rebana
Tentu semua yang di rumah menari kegemaran mereka

Jika tidak sampai kepadanya ilmu dan makrifah tentang Islam yang benar,
bagaimana mungkin ia akan meninggalkan kuburan-kuburan tersebut dan
memerangi orang yang thawaf disekelilingnya. Apa yang dapat dilakukannya
terhadap orang-orang yang jatuh ke dalam maksiat tersebut? [7]

Terakhir. Marilah menuntut ilmu, wahai para pemuda. Sesungguhnya dialah
pintu kejayaan dan keselamatan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII/1420H/1999M Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

No comments:

Post a Comment